Intinews.com | Batam – Ledakan dahsyat mengguncang kawasan industri PT ASL Shipyard, Tanjung Uncang, Kota Batam, pada Rabu (15/10/2025) dini hari. Sekitar pukul 04.00 WIB, tangki kapal MT Federal II meledak dan memicu kobaran api besar yang melahap sebagian badan kapal.
Berdasarkan keterangan karyawan di lokasi, sedikitnya 15 pekerja meninggal dunia, lebih dari 20 mengalami luka bakar serius, dan dua lainnya masih dinyatakan hilang.
Proses evakuasi berlangsung dramatis sejak dini hari hingga menjelang pagi. Sekitar 30 korban berhasil diselamatkan, sementara petugas medis dan puluhan ambulans terus hilir-mudik membawa korban ke sejumlah rumah sakit di Batam, antara lain RS Mutiara Aini Batu Aji, RS Awal Bros Batam, RS Graha Hermin, dan RS Elisabeth Sagulung.
Salah seorang pekerja yang berada di lokasi menceritakan, suara ledakan terdengar keras diikuti kobaran api yang menjulang tinggi.
“Getarannya terasa sampai ke mess, semua panik, banyak teman-teman belum sempat keluar,” ujar seorang saksi mata kepada Intinews.com, Rabu pagi.
Korban diketahui merupakan pekerja subkontraktor dari PT Rotary dan PT Putra Teguh Mandiri (PTM) yang tengah melakukan pekerjaan pengelasan dan perawatan tangki kapal. Dugaan sementara, akumulasi gas mudah terbakar di dalam tangki menjadi pemicu utama ledakan saat proses pengelasan berlangsung.
Hingga siang hari, area kejadian masih dijaga ketat oleh pihak keamanan perusahaan. Awak media belum diperkenankan masuk ke kawasan galangan.
Sementara itu, tim Inafis Polda Kepri, Polresta Barelang, Kapolsek Batu Aji, dan Kanit Reskrim melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk memastikan penyebab ledakan dan mencari dua korban yang masih belum ditemukan.
Insiden ini bukan pertama kalinya menimpa kapal MT Federal II. Pada Juni 2025 lalu, kapal yang sama juga mengalami kebakaran di lokasi yang sama, menewaskan empat pekerja dan melukai lima lainnya.
Tragedi berulang ini kembali menyoroti lemahnya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di industri galangan kapal Batam, yang seharusnya berpedoman pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.