Batam – Kota Batam, yang selama ini dikenal dengan pembangunan pesat dan tata kota modern, kini menghadapi persoalan serius terkait ruang publik. Buffer zone, yang seharusnya menjadi paru-paru kota dan area terbuka bagi masyarakat, kini semakin banyak dialihfungsikan menjadi lahan bisnis. Kasus terbaru muncul di pintu gerbang Perumahan Pendawa, Kelurahan Buliang, Kecamatan Batu Aji.
“Buffer Zone Menjadi Showroom Tak Resmi”
Di lokasi tersebut, buffer zone yang seharusnya bebas dari aktivitas komersial berubah menjadi area “showroom” mobil second. Deretan mobil bekas berjajar rapi sepanjang jalur buffer zone, seolah-olah kawasan ini adalah pusat jual beli kendaraan resmi. Padahal, usaha jual beli mobil ini beralamat di Ruko Limanda Blok A No.01, Kelurahan Buliang. Demi menarik pembeli, unit-unit mobil dipajang di ruang publik yang statusnya jelas dilarang untuk kegiatan bisnis.
Berdasarkan pantauan di lapangan, setidaknya 25–30 unit mobil dipajang di buffer zone sepanjang ±150 meter, yang seharusnya menjadi jalur hijau dan area pejalan kaki bagi warga. Aktivitas ini mengganggu arus lalu lintas masuk ke perumahan dan merusak fungsi estetika ruang publik.
“Setiap pagi dan sore, mobil-mobil itu menutup akses masuk ke perumahan. Kadang saya harus memutar jauh untuk masuk rumah sendiri. Ruang hijau kami berubah jadi lapak dagang. Rasanya sangat menyedihkan”, ujarnya warga kepada media ini. Senin, 25/08/2025.
“Sorotan Tokoh Masyarakat dan Pakar Hukum”
Tokoh masyarakat Batu Aji menilai fenomena ini mencoreng wajah tata kota Batam.
“Buffer zone itu fungsinya jelas, untuk ruang terbuka hijau dan akses publik. Kalau dibiarkan jadi tempat bisnis, berarti fungsi kota dikorbankan demi keuntungan segelintir orang,” tegasnya.
Pakar hukum tata ruang menegaskan bahwa pembiaran ini bisa menjadi preseden buruk.
“Kalau buffer zone bisa dipakai seenaknya, lama-kelamaan seluruh ruang publik Batam akan dikomersialkan. Pemerintah harus tegas. Jangan sampai aturan hanya jadi slogan tanpa makna,” ujarnya.
“Kekecewaan Warga Meningkat”
Warga Perumahan Pendawa mengeluhkan gangguan yang mereka alami setiap hari. Arus lalu lintas kerap tersendat karena mobil-mobil pajangan memenuhi jalur masuk.
“Selain merusak pemandangan, mobil-mobil itu bikin akses warga terganggu. Kami ingin pemerintah segera bertindak sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” kata seorang warga.
“Narasi Pemuda: Kepedulian Generasi Muda”
Tokoh pemuda setempat menambahkan bahwa fenomena ini menurunkan kesadaran masyarakat akan pentingnya tata ruang kota.
“Ruang publik adalah hak semua warga, bukan hanya untuk kepentingan bisnis. Kalau dibiarkan, generasi muda akan tumbuh dengan persepsi bahwa hukum dan aturan kota bisa diabaikan asal ada uang,” ungkap pemuda tersebut dengan nada prihatin.
“Data Visualisasi Naratif”
Panjang buffer zone terdampak: ±150 meter
Jumlah mobil dipajang: 25–30 unit
Jumlah warga terdampak langsung: ±200 KK (Kepala Keluarga) di sekitar perumahan
Lama beroperasi: ±3–4 tahun terakhir tanpa tindakan tegas pemerintah
Angka-angka ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan buffer zone bukan masalah sepele. Jika dibiarkan, semakin banyak ruang publik Batam yang tergerus kepentingan bisnis.
“Tekanan Publik pada Pemerintah”
Sorotan publik kini mengarah ke Amsakar Achmad, Wali Kota sekaligus Kepala BP Batam. Sebagai pemegang kewenangan tertinggi dalam pengelolaan lahan dan tata kota, masyarakat menunggu sikap tegas Amsakar terkait maraknya penyalahgunaan buffer zone.
Pertanyaan penting muncul: apakah pemerintah berani menegakkan aturan dan mengembalikan fungsi ruang publik, atau justru membiarkan kepentingan bisnis terus menggerus wajah kota?
“Penutup Feature Ultra Dramatis”
Masyarakat Batu Aji kini berada di persimpangan harapan dan kekhawatiran. Buffer zone bukan sekadar garis pembatas atau tanah kosong, tetapi paru-paru kota yang memberi ruang bernapas bagi warga.
“Ruang publik adalah hak kami, bukan untuk dijadikan lahan bisnis. Kami ingin kota ini tetap nyaman untuk keluar”, ucapnya warga dengan nada sinis.
Editor : Dwi Hartoyo