Razia hanya jadi seremonial, peredaran rokok ilegal kian meluas. Publik pun bertanya: masihkah aparat berani bertindak tegas atau justru membiarkan pengusaha rokok non cukai merajalela?
KOTA BATAM — Peredaran rokok non cukai di Kota Batam semakin marak. Dari kawasan Batu Ampar hingga Tanjung Uncang, rokok tanpa pita cukai begitu mudah dijumpai. Tidak hanya di toko grosir, tetapi juga dijual bebas oleh pedagang kecil di pinggir jalan dengan gerobak.
Saat awak media melakukan investigasi lapangan di sekitar Batam Center, tepatnya di pangkalan ojek belakang Perumahan Taman Putri, seorang warga bernama Heru, penggiat rokok merek HD Bold, mengaku sangat terbantu dengan adanya rokok non cukai.
“Rokok ini sangat membantu buat saya bang, karena harganya murah dan enak rasanya. Kalau dibandingkan rokok legal lain, harganya bisa satu banding dua,” ujarnya.
Masih di lokasi yang sama, Yanto, pengguna rokok merek Oppo, menyampaikan bahwa ia tidak mempermasalahkan legalitas produk yang dikonsumsinya.
“Saya penggiat rokok Oppo bang. Masalah legal atau ilegal saya tidak peduli. Kalau pun rokok Oppo ini tidak pakai cukai, bagiku tidak masalah,” katanya. Senin, 18/08/2025.
Sementara itu, Bayu, warga lainnya, menuturkan bahwa merek-merek rokok non cukai seperti Oppo, H Mind, HD, hingga T3 sudah berulang kali dirazia aparat. Namun, menurutnya razia hanya formalitas belaka.
“Razia tinggal razia, tapi peredaran malah tambah luas dan semakin mudah didapatkan. Mungkin pengusaha sama oknum Bea Cukai kongkalikong alias tutup mata,” ungkapnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, maraknya rokok non cukai di Batam tidak hanya ditopang oleh lemahnya pengawasan aparat, tetapi juga diduga dibekap oleh oknum-oknum wartawan dan LSM. Oknum tersebut disebut-sebut ikut “bermain” dengan pengusaha rokok ilegal, bahkan diduga menerima jatah untuk membiarkan bisnis haram ini tetap berjalan.
Fenomena ini juga mendapat sorotan dari kalangan pakar. Dr. Andi Pratama, pakar hukum pidana Universitas Riau Kepulauan, menilai lemahnya penegakan hukum menjadi penyebab utama maraknya peredaran rokok non cukai di Batam.
“Rokok ilegal jelas melanggar aturan karena tidak membayar cukai. Negara dirugikan, dan aparat yang tidak serius menindak bisa dianggap melakukan pembiaran. Jika benar ada oknum yang bermain, itu sudah masuk ranah pidana korupsi atau penyalahgunaan wewenang,” tegasnya.
Dari sisi ekonomi, Ir. Suryadi, pengamat kebijakan publik Batam, menjelaskan bahwa maraknya rokok non cukai bukan hanya merugikan negara, tetapi juga merusak iklim usaha yang sehat.
“Pengusaha rokok legal jelas dirugikan karena harus membayar cukai, sementara yang ilegal bebas beredar dengan harga jauh lebih murah. Kalau ini dibiarkan, maka akan tercipta pasar gelap yang justru menguntungkan segelintir pihak dan merugikan masyarakat luas,” jelasnya.
Landasan Hukum
Peredaran rokok non cukai jelas melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
- Pasal 54: Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai, dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta denda paling sedikit 2 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar dan paling banyak 10 kali nilai cukai.
- Pasal 55: Barang kena cukai yang tidak dilekati pita cukai dapat disita untuk negara.
Jika benar ada kongkalikong antara pengusaha dengan aparat atau oknum tertentu, maka bisa dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman penjara paling lama 20 tahun.
Publik pun bertanya: jika razia hanya seremonial, sejauh mana keseriusan aparat dalam memberantas rokok ilegal? Masih adakah keberanian instansi berwenang untuk menindak tegas para pengusaha rokok non cukai di Batam, atau justru membiarkan bisnis haram ini terus merajalela?
Hingga berita ini diturunkan, pihak Bea Cukai Batam maupun instansi terkait belum memberikan keterangan resmi terkait maraknya peredaran rokok non cukai di lapangan.