Kampung Nanas, Batam – Isak tangis Sukasmi (42) pecah saat menceritakan nasib anak gadisnya, sebut saja Bunga (15), yang diduga menjadi korban pencabulan oleh Elisman Sitanggang. Kasus memilukan itu kembali terjadi pada 15 Agustus 2025, namun hingga kini terlapor masih berkeliaran bebas.
Peristiwa terakhir terjadi di Kampung Nanas RT 04/RW 12, Kelurahan Belian, Kecamatan Batam Kota. Rumah korban dan rumah Elisman hanya berjarak sekitar 20 meter, saling berhadapan di seberang jalan umum kawasan Ruli Kampung Nanas.
Malam itu, sekitar pukul 22.00 WIB, Bunga sedang bermain di depan rumah. Tiba-tiba pelaku menariknya ke arah belakang sebuah rumah kosong yang tak jauh dari kediamannya. Di situlah dugaan perbuatan bejat itu kembali terjadi.
Namun, Sukasmi mengungkapkan bahwa ternyata ini bukan kali pertama. Pada Januari 2025 lalu, Bunga juga sempat menjadi korban ketika membeli jajanan di warung milik Elisman. Saat itu, istri dan anak pelaku sedang tidak ada di rumah.
“Pelaku menarik anak saya masuk ke dalam rumah. Dia mengancam, kalau tidak menuruti kemauannya, orang tua dan adiknya akan dibunuh. Karena takut dan demi adiknya, anak saya hanya bisa diam dan pasrah,” ujar Sukasmi dengan suara terbata.
Ancaman itu membuat Bunga bungkam hingga berbulan-bulan. Baru setelah kejadian kedua di Agustus, ia berani menceritakan segalanya kepada keluarga.
Keluarga sudah melaporkan kasus ini ke Polresta Barelang pada Selasa (19/8/2025) pukul 14.00 WIB, dengan nomor laporan LP/362/VIII/2025/SPKT/Polresta Barelang. Namun, Sukasmi menilai respon polisi masih sebatas rasa kasihan, tanpa ada tindakan nyata untuk menahan pelaku.
“Saya marah, hancur hati. Saya hanya ingin polisi cepat tangkap pelaku. Jangan sampai ada korban lain,” tegas Sukasmi sambil meneteskan air mata.
Wartawan juga telah mencoba menghubungi pihak Polresta Barelang untuk meminta konfirmasi terkait laporan ini. Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi yang diberikan.
Pantauan wartawan, rumah sederhana di Kampung Nanas itu terasa sunyi. Bunga lebih banyak mengurung diri di kamar. Trauma membuatnya enggan bertemu siapa pun.
Sukasmi, sang ibu, tampak letih dengan mata sembab yang belum kering dari air mata. Ia kerap termenung di ruang tamu, seolah kehilangan semangat hidup.
“Kadang malam-malam saya dengar anak saya menangis pelan di dalam kamar. Hati saya hancur, ingin ganti posisi dia biar bukan dia yang menanggung semua ini,” ucapnya lirih, menahan tangis.
Sambil menyeka air mata, Sukasmi menambahkan,
“Sebagai ibu, saya merasa gagal melindungi darah daging saya sendiri. Setiap kali lihat wajah anak saya yang murung, dada saya sesak. Saya tidak tahu lagi harus bagaimana, selain berharap polisi segera bertindak”, ungkapnya.
Di tengah keputusasaannya, Sukasmi mengaku hanya bisa bersujud di sepertiga malam, memohon kepada Sang Khalik agar memberi kekuatan untuk anaknya.
“Saya selalu ingat sabda Rasulullah, ‘Doa seorang ibu untuk anaknya mustajab.’ Maka setiap malam saya panjatkan doa agar anak saya diberi kesabaran dan pelaku diberi ganjaran yang setimpal,” tuturnya dengan suara parau.
Desakan agar kasus ini segera ditangani juga datang dari pihak keluarga suami korban. Mereka menilai aparat seharusnya bertindak lebih cepat, apalagi rumah pelaku dan korban hanya berhadapan di jalan umum.
“Kalau polisi serius, mestinya pelaku sudah ditahan. Masa iya sudah berhadapan rumah begini, polisi tidak langsung bertindak? Kami sebagai keluarga ikut takut, ujar seorang kerabat suami korban.
Menurutnya, keberadaan pelaku yang masih bebas membuat keluarga besar korban hidup dalam ketakutan.
“Kami hanya ingin keadilan. Jangan sampai ada korban lain. Polisi harus cepat ambil langkah,” tambahnya.
Kasus ini bukan hanya meninggalkan luka pada keluarga korban, tapi juga menimbulkan keresahan di tengah warga Kampung Nanas.
“Terus terang kami resah. Kalau pelaku masih bebas, anak-anak lain bisa jadi korban. Polisi jangan diam saja”, tutupnya dengan nada kecewa.
Editor : Dwi Hartoyo