Keluarga Korban Sesalkan, Lambannya Niat Baik RS Muhammadiyah Metro, Alif: Direktur RS Muhammadiyah Diduga Lari Dari Tanggung Jawab

oleh -2013 Dilihat
                      Foto istimewa

Kota Metro — Merasa diabaikan atas perlakuan terhadap ibunya yang gagal di operasi, Alif sebagai anak korban (VT) mempertanyakan niat baik dari RS Muhammadiyah Metro termasuk dari Direktur sebagai penanggung jawab operasional. Rabu, 20/11/2024.

Alif mengatakan bahwa dirinya selaku anak korban merasa prihatin atas perlakuan RS Muhammadiyah Metro terhadap ibunya, dari dampak tersebut secara psikis dan mental ibunya menjadi trauma/shock.

“Rasa kecewa saya dengan sikap dr. TPK dan Direktur RS Muhammadiyah Metro sebagai penanggung jawab akan kami sikapi”, tegasnya Alif.

Diapun menyebutkan bahwa langkah hukum akan dia tempuh, agar hal-hal semacam ini tidak terjadi lagi di masa yang akan datang dengan pasien yang lain.

Alif menyebutkan bahwa penelantaran pasien oleh rumah sakit melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada rumah sakit yang menelantarkan pasien.

“Pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) jika tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat”, terangnya Alif.

“Lebih lanjut Alif menyebutkan bahwa oknum RS Muhammadiyah dapat di Pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar jika tidak memberikan pertolongan pertama dan menyebabkan kedisabilitasan atau kematian pada pasien”, ungkapnya. 

Selain pidana, pelaku penelantaran pasien juga dapat dikenakan sanksi perdata dan administratif. Sanksi perdata berupa ganti rugi, sedangkan sanksi administratif berupa perombakan manajemen rumah sakit.

“RS Muhammadiyah Metro yang telah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat bisa ternodai oleh oknum dokter dan Direktur yang tidak kredibel”, kata Alif.

Dalam hal ini RS Muhammadiyah Metro juga harus bertanggung jawab secara hukum atas semua kerugian yang ditimbulkan akibat kelalaian tenaga kesehatan di rumah sakit yang menyebabkan pasien menjadi trauma.

Sesungguhnya penelantaran pasien merupakan suatu pelanggaran dalam hak asasi manusia pada bidang kesehatan.

Penelantaran pasien adalah tindakan dimana tidak adanya pemenuhan hak-hak pasien yang tercantum dalam pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit  yang merupakan kewajiban daripada Rumah Sakit yang telah tercantum dalam pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Penelantaran  pasien berakibat berupa sanksi pidana, perdata dan administratif yang dapat dibebankan kepada pelaku penelantaran pasien baik pihak pengelola Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan pada Rumah Sakit dan Rumah Sakit sebagai Institusi Badan Hukum.

“Artinya Direktur RS Muhammadiyah punya tanggung jawab yang besar dalam penyelesaian ini”, tegas Alif.

Dalam kasus penelantaran pada RS Muhammadiyah Metro, bentuk tanggung jawab  berupa  pertanggung  jawaban  secara  perdata  dan  administratif  dimana sanksi perdata berupa membayar ganti rugi secara tanggung renteng dengan uang sejumlah Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan porsi tanggung jawab masing-masing.

Atas perlakuan terhadap ibunya, Anak korban meminta kepada Direktur RS Muhammadiyah Metro yang telah melakukan penelantaran terhadap ibunya agar dicopot dari jabatannya.

“Sudah langgar HAM, dan saya harap Direktur RS Muhammadiyah Metro di copot dari jabatannya dan diberikan sangsi tegas untuk nya”, pungkasnya Alif.

Sementara dari RS Muhammadiyah Metro, meski telah dilakukan upaya konfirmasi, hingga kini belum memberikan tanggapan resmi terkait perihal ini
(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *