Jambi — Masa jabatan Direktur Kepatuhan (Dirkep) Bank Jambi, Hj. Riza Roziani, S.E., M.M., seharusnya berakhir kemarin. Namun, kabarnya posisi strategis tersebut diperpanjang melalui mekanisme RUPS sirkuler—tanpa penjelasan terbuka dari manajemen maupun Dewan Komisaris (Dekom). Kamis, 21/08/2025.
Langkah senyap ini memantik pertanyaan serius tentang komitmen transparansi dan akuntabilitas di tubuh bank daerah itu.
Publik wajar bertanya : mengapa keputusan sepenting perpanjangan Dirkep—jabatan yang menjadi garda kepatuhan hukum dan Good Corporate Governance (GCG)—tidak dikomunikasikan secara resmi? Apalagi sorotan terhadap Bank Jambi belum reda pasca perkara Medium Term Notes (MTN) PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) yang merugikan negara hingga Rp310 miliar pada periode 2017–2018.
Fakta persidangan perkara MTN telah menjerat sejumlah pihak dan menghasilkan vonis serta penyitaan aset/uang oleh kejaksaan. Dalam rangkaian sidang perkara MTN tersebut, Riza Roziani tercatat pernah dihadirkan sebagai saksi dari pihak Bank Jambi, sebagaimana dilaporkan media lokal.
Status “saksi” adalah fakta yang terdokumentasi dan bukan status tersangka/terdakwa.
Di sisi lain, sejumlah publikasi nonarusutama/LSM menuliskan klaim bahwa ada pihak pihak internal bank—termasuk nama Riza—yang diduga menerima fasilitas terkait fee gelap MTN. Klaim ini bersifat tuduhan sepihak, belum terkonfirmasi aparat penegak hukum, dan perlu verifikasi ketat agar tidak menyesatkan publik.
Ketertutupan informasi mengenai perpanjangan jabatan melalui RUPS sirkuler (apabila benar terjadi) menambah beban reputasi. Penggunaan mekanisme sirkuler untuk keputusan personel setingkat direktur rawan menimbulkan kecurigaan minimnya transparansi dan berpotensi mencederai persepsi GCG bila tidak disertai dasar hukum, urgensi, serta penjelasan resmi yang memadai kepada pemegang saham dan publik.
Tuntutan kejelasan kini ditujukan kepada:
Manajemen dan Dekom, membuka dokumen dasar keputusan (risalah/akta RUPS sirkuler bila ada) beserta argumentasi kepatuhan dan risk assessment nya.
Pemegang saham pengendali (KDH/para kepala daerah) — menyatakan posisi resmi atas alasan dan urgensi perpanjangan;
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) — melakukan peninjauan legalitas, kepatuhan, dan potensi konflik kepentingan atas keputusan ini, mengingat peran Dirkep yang krusial bagi fungsi kepatuhan bank.
Tanpa klarifikasi cepat dan menyeluruh, Bank Jambi berisiko memasuki krisis kepercayaan baru: publik melihat bank berbicara soal kepatuhan, tetapi praktik pengambilan keputusan kunci justru kabur.
Pada akhirnya, bola ada di tangan manajemen, pemegang saham, dan OJK—apakah memilih terang terangan mempertanggungjawabkan keputusan ini, atau membiarkan spekulasi merusak reputasi bank milik daerah. (David Iqbal)
Editor : Dwi Hartoyo