Batam. Intinews.com
Saat matahari mulai merunduk di ufuk barat, Pelabuhan Saguba di Kelurahan Sei Binti, Kecamatan Sagulung, berubah menjadi lautan aktivitas. Kapal-kapal kayu dari Buton merapat membawa puluhan ton sayuran: bawang merah, cabai, kubis, kentang, dan berbagai kebutuhan dapur lainnya. Puluhan lori siap mengangkut barang ke Pasar Pagi TOS 3000 Samarinda – Nagoya, yang mulai beroperasi dini hari hingga siang.
Bang Edy, penanggung jawab buruh bongkar muat, membuka tabir aktivitas ini: “Upah bongkar satu kapal ke lori mencapai Rp1,5 juta. Tapi di atas itu, ada biaya tambahan harian dan bulanan yang harus dibayarkan. Pajak resmi? Setahu saya, tidak terdengar sama sekali.” Ucapannya menegaskan pungutan di luar mekanisme resmi yang tetap berjalan, persis di bawah bayang-bayang pos marinir dan pos karantina. Seolah ada pengawasan resmi, tapi realitasnya biaya tambahan tetap mengalir.
Sore itu, dermaga tampak seperti aliran uang dan sayur tiada henti. Buruh berseliweran memindahkan karung bawang dan cabai, lori keluar-masuk mengangkut barang. Di dermaga yang sama, kapal lain memuat material bangunan, sembako, hingga kebutuhan pulau-pulau sekitar. Saguba memang urat nadi pangan Batam, tapi praktik pungutan abu-abu membayanginya.
Aturan jelas sudah ada:
UU No. 17/2008 tentang Pelayaran: Bongkar muat wajib di pelabuhan resmi dengan pengawasan syahbandar. Pelanggaran dapat berujung pidana.
UU No. 21/2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan: Produk pertanian wajib diperiksa; pelanggaran bisa kena penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp10 miliar.
UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah & Retribusi Daerah: Semua pungutan harus masuk kas daerah, bukan kantong pihak lain.
Perpres No. 87/2016 tentang Saber Pungli: Pungutan tanpa dasar hukum bisa ditindak.
Pihak Dinas Perhubungan Batam menegaskan akan menelusuri dugaan pungutan harian.
“Kalau ada biaya yang tidak sesuai aturan, itu jelas pelanggaran. Retribusi pelabuhan harus ada dasar hukum dan masuk ke kas daerah,” ujar pejabat Dishub.
Balai Karantina Pertanian Batam menegaskan semua produk dari luar daerah wajib diperiksa.
“Kalau sayur lolos tanpa karantina, bisa kena sanksi pidana. Pengawasan tetap berjalan, tapi koordinasi dengan aparat di pelabuhan rakyat seperti Saguba sangat penting,” kata petugas karantina.
Sore dan malam hari, puluhan ton sayur terus mengalir dari dermaga, menegaskan betapa vitalnya Pelabuhan Saguba bagi pangan Batam. Namun tanpa tata kelola jelas, risiko kebocoran PAD tetap nyata.
Pelabuhan Saguba memang urat nadi ekonomi dan pangan Batam. Tapi tanpa pengawasan yang tegas, pelabuhan rakyat ini bisa menjadi ladang pungutan abu-abu yang merugikan negara. Kini, perhatian publik tertuju pada pemerintah: apakah mereka siap memastikan setiap rupiah PAD tercatat dengan benar, atau hanya menjadi bayangan di balik kesibukan sore hari
Sajaruddin