Batam — Inti-News.Com
Persidangan perkara kepabeanan dengan terdakwa Edi Gunawan memasuki tahap krusial pada agenda sidang ke-8 yang digelar Senin, 01 Desember 2025, pukul 19.30 WIB, di Pengadilan Negeri Batam. Sidang ini menyoroti isu fundamental dalam proses kepabeanan, yakni ketidaksesuaian antara dokumen resmi yang diproses oleh PPJK dan barang yang diangkut di lapangan sebuah ketidaksinkronan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara dan membuka ruang manipulasi.

Majelis hakim dipimpin oleh Tiwik, S.H., M.H., dengan hakim anggota Douglas R.P. Napitupulu dan Andi Bayu. Jaksa Penuntut Umum Gilang menghadirkan tiga saksi strategis: dua saksi penangkap dari Bea Cukai, Aditya dan Amanda, serta saksi ahli kepabeanan Awaluddin, Kepala Seksi Kepabeanan Bea Cukai.

Dalam proses pemeriksaan, tim penasihat hukum terdakwa Eduwar Kemang, S.H., M.H, Yusuf Hamka Harahap, S.H, Ramsen Siregar, S.H., M.H, dan Zulkifli, S.H — menitikberatkan pada pertanyaan hukum utama:
apakah PPJK dapat dipidana apabila ia bekerja sepenuhnya berdasarkan dokumen dan data yang dikirim langsung oleh pemilik barang Mangasi Sihombing, sementara barang fisik yang dikirim pemilik justru tidak sesuai dengan dokumen tersebut?
Pertanyaan ini menjadi pusat perhatian karena menyentuh inti tanggung jawab hukum dalam kepabeanan. Dalam keterangannya, istri terdakwa menyatakan bahwa Edi Gunawan hanya memproses dokumen sesuai data resmi dari Mangasi Sihombing, sementara barang yang diangkut oleh Sihombing sendiri ternyata tidak sesuai dengan dokumen yang ia berikan kepada PPJK.
Keterangan tersebut membuka dugaan bahwa pemilik baranglah yang memiliki kendali penuh atas barang fisik dan berpotensi menjadi pihak yang memainkan manipulasi, sementara PPJK hanya bertindak sesuai dokumen yang diterima.
Penegasan penting disampaikan saksi ahli dari Bea Cukai, Awaluddin, yang menyatakan bahwa secara sistem hukum kepabeanan:
apabila dalam fakta persidangan tidak terbukti bahwa PPJK, dalam hal ini Edi Gunawan, mengubah, menambah, atau memanipulasi data barang, maka PPJK tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dan harus dibebaskan dari seluruh tuntutan.
Pernyataan ahli ini memperkuat garis tegas bahwa pertanggungjawaban pidana dalam kepabeanan harus didasarkan pada tindakan nyata, bukan asumsi atau kesalahan yang bersumber dari pihak lain.
Persidangan akan dilanjutkan pada Rabu, 03 Desember 2025, guna memperdalam pembuktian mengenai pihak mana yang bertanggung jawab atas ketidaksesuaian antara dokumen dan barang, serta memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai prinsip objektivitas, proporsionalitas, dan kepastian hukum.






