Inti-news.com – Lampung Utara
Salah satu musuh utama dalam setiap penyelenggaraan pesta demokrasi, baik nasional maupun lokal di Indonesia adalah praktek politik uang.
Istilah politik uang dimaksudkan sebagai praktek pembelian suara pemilih oleh peserta pemilu, maupun oleh tim sukses, baik yang resmi maupun tidak, dan biasanya dilakukan sebelum pemungutan suara.
Politik Uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih, maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.
Praktik Politik Uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai atau caleg yang bersangkutan.
Dalam beberapa literatur, politik uang (Money Politic) acapkali disebut sebagai korupsi elektoral. Dikatakan demikian, sebab politik uang adalah perbuatan curang dalam Pemilihan Umum (Pemilu) yang hakikatnya sama dengan korupsi
Dengan politik uang, pemilih kehilangan otonominya untuk memilih kandidat pejabat publik melalui pertimbangan rasional, seperti rekam jejak, kinerja, program maupun janji kampanye karena memilih kandidat hanya karena pemberian uang belaka.
Praktek politik uang setidaknya mengungkap 3 (tiga) dampak, pertama pidana penjara dan denda, kedua, menghasilkan manajemen pemerintahan yang korup, dan ketiga, politik uang dapat merusak paradigma bangsa dan juga menjadi ancaman terhadap tatanan demokrasi di tanah air.
Hingga dewasa ini belum ada siapa pun yang dapat menjamin bahwa pelaksanaan Pemihan Umum (Pemilu) bebas dari politik uang, padahal politik uang merupakan pelanggaran pemilu yang sudah jelas tertuang dalam Undang – Undang Pemilu Tahun 2023, dan Peraturan Bawaslu.
Calon Anggota Legislatif (Caleg) diharapkan tidak memainkan politik uang pada pelaksanaan pemilu 2024, sebab dalam undang-undang pemilu, baik pembeli maupun penerima akan dikenakan hukuman pidana atau kurungan badan.
Ketentuan tersebut tertuang dalam pasal 523 yang menyebutkan bahwa “Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,”
( Dody )