Lampung Tengah — Tradisi pembacaan Yasin, tahlil, dan sedekah untuk ahli kubur masih menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Islam di Indonesia, termasuk di wilayah Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah. Amalan ini diyakini sebagai bentuk kasih sayang dan penghormatan kepada mereka yang telah berpulang ke rahmatullah.
Dwi Hartoyo, salah satu warga masyarakat Trimurjo, menyerukan agar tradisi doa bersama tersebut terus dilestarikan di tengah arus modernisasi dan perubahan zaman. Menurutnya, tahlil dan Yasin bukan sekadar ritual, melainkan ungkapan cinta dan kepedulian yang tulus kepada almarhum.
“Yasin dan tahlil adalah bentuk kasih sayang kepada orang yang kita cintai. Doa pasti sampai kepada almarhum. Itulah cara kita menjaga hubungan spiritual dengan mereka yang telah mendahului kita,” ujar Dwi Hartoyo, Kamis (6/11/2025).
Ia menegaskan bahwa tradisi 3 hari, 7 hari, 25 hari, 40 hari, hingga 100 hari setelah kematian bukan hanya sekadar adat, tetapi sarana mempererat silaturahmi dan memperkuat nilai-nilai kebersamaan antarwarga. Dalam momen-momen seperti itu, masyarakat berkumpul, membaca Al-Qur’an, dan saling mendoakan, yang semuanya membawa keberkahan bagi yang hidup maupun yang telah wafat.
“Selain untuk mendoakan, kegiatan tahlilan juga menumbuhkan rasa kepedulian dan gotong royong di tengah masyarakat. Ini warisan luhur yang perlu dijaga oleh generasi muda,” tambah Hartoyo.
Menurutnya, doa untuk ahli kubur adalah bagian dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya hubungan antara yang hidup dan yang telah tiada. Selama doa itu ikhlas, maka pahala akan sampai kepada yang dituju, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW bahwa amal seseorang tidak terputus setelah wafat, kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh.
Dwi Hartoyo berharap agar masyarakat Trimurjo dan umat Islam pada umumnya tetap menjaga amalan ini sebagai jembatan spiritual yang menguatkan iman, mempererat hubungan sosial, serta meneguhkan rasa cinta kepada sesama — baik yang masih hidup maupun yang telah berpulang.
Editor : Dwi Hartoyo






